Sejarah mencatat bahwa revolusi Inggris tahun 1688, revolusi Amerika
tahun 1776 dan revolusi Prancis Tahun 1789 merupakan retetan peristiwa yang
mendasari paha anti-teokratis. Peristiwa bersejarah ini memperlihatkan sesuatu
yang sama sekali terpikirkan oleh para pemikir keagamaan, yaitu munculnya
gerakan yang sistematik untuk memisahkan kehidupan manusia dengan Tuhan. Faham
ini sejalan dengan pandangan Aristoteles yang menganggap agama terpisah dari
sistem kehidupan manusia.
Apa yang terjadi kemudian bahwa, ke-Esa-an Tuhan tetap eksis pada diri
setiap pemeluk agama, tetapi perintahnya tidak dipatuhi. Di lain pihak,
kehancuran komunisme di Eropa, melemahnya totalitarianisme di belahan dunia
Timur dan pertumbuhan nasionalisme autoritarian di Selatan, memberi kontribusi
lahirnya paham “ektrimisme” dan “pundamentalisme”. Paham-paham ini ditafsirkan
menjadi pemicu timbulnya gerakan ektrimisme, terorisme, sadisme dan anarkhisme.
Disaat gerakan seperti ini mendunia seketika itu pula semua orang terperangah
seolah-olah terbangun dari tidur yang panjang. Para pemikir, pemuka agama,
pendidik, birokrat dan penguasa terkejut menyaksikan menipisnya akhlak
bangsa-bangsa di dunia seperti di Indonesia. Perisai itu teryata sudah rapuh
dan tidak kokoh lagi. Tekanan sosial, ekonomi, budaya dan politik yang dipicu
oleh materialisme, liberalisme dan kekuasaan menjadikan orang lupa posisinya
sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Adil.
Analisa ini dilandasi berbagai faktor konkrit dari sebuah perlakuan
manusia itu sendiri. Sekarang ini dengan mudah disaksikan betapa murahnya harga
nyawa manusia dibandingkan dengan harga seekor sapi, kendati Hak Asasi Manusia
(HAM) konon katanya sangat dihargai dan dihormati. Sementara itu di beberapa
negara dan temat, seekor anjing lebih dihargai dan diperhatikan oleh manusia
yang sekaligus adalah tuannya. Ada hewan yang dijadikan sebagai pembantu setia
mencari nafkah. Ada pula hewan yang dianggap memiliki kekuatan magic yang tidak
dimiliki hewan lain. Sebaliknya, komunitas manusiayang dianggap dapat
menghalangi sebuah rencana ternyata harus dimusnahkan dari bumi ini dengan
menggunakan teknologi pemusnah mutakhir. Fenomena ini merupakan perubahan nyata
semakin lemahnya nilai akhlak manusia.
Prof. Dr. H. Said Agil Husin Al Munawar, M.A. dalam Aktulisasi
Nilai-Nilai Qur’an dalam Sistem Pendidikan Islam. Ciputat Press
|
e-Document
Tweet |
|
5 komentar:
Aktulisasi Nilai-Nilai Qur’an dalam Sistem Pendidikan Islam-- Menarik sekali sob, harapan kita semoga tidak hanya dalam pendidikan islam tapi juga keseluruh disiplin pendidikan. Karena ISLAM Universal.. Bisa masuk kemana saja.. Betul gak sob.. :D
BTW, kasian kambingnya sob gak dikasih makan guling2 jadinya, hehe..
Dan selamat, naik kelas juga akhirnya.. PR 1 ..
Betul sob, apalagi klo Qur'an dijadikan pedoman seluruh lini kehidupan manusia, lebih mantep lagi tuh sob, hehehehe............
setul semuanya tuh sob.........
setuju sob
hadir pada malam hari kawan... ada hadiah ni,diambil ya.. :)
Posting Komentar
Komentarnya saya tunggu, baik berupa kritik ataupun saran tetapi jangan melakukan SPAM