;

Ikhlas: Kunci Bertemu Dengan Allah


Firman Allah SWT. : “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya….” (QS. Al-Bayyinah: 5).
Ayat di atas menjelaskan bahwa beribadah kepada Allah itu harus disertai dengan niat yang ikhlas, bukan karena paksaan. Ibadah yang dikerjakan dengan ikhlas, bukan berarti harus dilakukan di tempat-tempat yang sunyi dan jauh dari keramaian. Bukan pula harus mengenakan pakaian shalat yang mewah dan serba baru. Begitu juga bukan harus shalat di masjid yang besar dan mewah atau dipimpin oleh imam yang bersuara merdu.
Akan tetapi, ibadah yang dikerjakan dengan ikhlas adalah ibadah yang dilakukan semata-mata ingin mendapat ridho dari Allah. Atau menurut Syeikh Abu Ali Ad-Daqqaq,keikhlasan adalah menjaga diri dari campur tangan makhluk. Ketika tujuan ini tertanam dalam benak kita, maka shalat dimana pun tempatnya tidak jadi masalah. Masjid besar, imam bersuara merdu, dan tempat sunyi hanyalah sekedar perantara kita untuk bisa ikhlas dalam beribadah dan bukan jaminan apakah shalat kita diterima oleh Allah.
Sebab, kata Imam Al-Ghazali, prinsip ikhlas itu adalah niat, sedangkan hakekat ikhlas adalah kemurnian niat dari kotoran apapun yang mencampurinya, dan kesempurnaan ikhlas adalah kejujuran. Ikhlas adalah sebuah misteri ilahi.
Sebagai kunci ikhlas, niat memang memiliki peran yang sangat kuat. Ketika niatnya ingin pamer, walaupun uang yang kita sedekahkan sangat banyak, maka kita tidak mendapatkan pahala sedikit pun. Namun, jika kita sedekah karena Allah, walaupun hanya 1 rupiah, maka kita akan mendapat pahala dari-Nya.
Buah dari keikhlasan adalah kejujuran. Maksudnya, orang yang terbiasa bekerja dengan ikhlas, maka dijamin dia akan selalu berkata jujur. Orang yang ikhlas adalah cermin dari hati yang bersih. Sedangkan orang yang hatinya bersih, dapat dipastikan akan selalu berkata jujur.
Nabi Saw. Bersabda, “Barang siapa yang mengikhlaskan diri kepada Allah selama empat puluh subuh, tampaklah sumber-sumber hikmah dari hatinya (mengalir) ke lisannya.” (Hadits Masyhur).
Jumlah empat puluh subuh dalama hadits itu, hanya perumpamaan saja. Sebetulnya itu hanya perumpamaan bagi orang yang berulang kali bisa mengerjakan ibadah dengan ikhlas. Empat puluh subuh merupakan jumlah yang banyak. Oleh karena itu, orang yang terbiasa dengan ikhlas dalam mengerjakan ibadah, santun dalam berbicara, bermakna dan membuat senang orang yang diajak bicara.
Untuk bisa ikhlas itu tidaklah mudah, banyak rintangan yang harus kita hadapi. Sebab, syetan tak henti-hentinya selalu mengganggu kita dalam bekerja dan beribadah. Syetan bida berwujud dalam bentuk apapun, untuk selalu mengusik keikhlasan kita kepada Allah.

SILAHKAN BACA JUGA ARTIKEL DIBAWAH INI

e-Document - 04.34

0 komentar:

Posting Komentar

Komentarnya saya tunggu, baik berupa kritik ataupun saran tetapi jangan melakukan SPAM