e-Document| hai blogger semua, pa kabar….??? Pada postingan kali ini, saya akan mengangkat mengenail kesetiakawanan sosial dan iman. Ini di ilhami dari kondisi sosial yang ada di negeri kita tercinta ini. Sudah semakin berkurangnya rasa kepedulian, rasa tolong menolong dan sifat gotong royong dari masyarakat Indonesia. Ok kita mulai saja pembahasannya.
Di dalam Surat Al-Hajj ayat 77 Allah Berfirman, yang artinya:
“Hai orang beriman! Rukuklah dan sujudlah kamu dan beribadahlah kepada Tuhanmu dan lakukanlah perbuatan yang baik supaya kamu berhasil.”
Ayat Al-Qur’an tersebut menggariskan dua dimensi hubungan manusia beriman yang harus selalu dipelihara dan dilaksanakan, yakni: (1) hubungan vertical dengan Allah SWT, melalui rukuk, sujud dan penyembahan formal dalam bentuk shalat dan ibadah-ibadah lainnya dan (2) hubungan horizontal dengan sesame manusia di masyarakat dalam bentuk perbuatan baik. Ayat tersebut juga mengisyaratkan perlunya menjaga keharmonisan, keseimbangan, equilibrium antara intensitas hubungan vertical dan hubungan horizontal.
Orientasi hubungan vertical disimbolkan oleh pencarian keselamatan dan kebaikan hidup di akhirat, sedangkan hubungan horizontal diorientasikan pada perolehan kebaikan dan keselamatan hidup di dunia. Dukungan atas pandangan ini terdapat pada ayat berikut:
“Carilah dengan apa yang telah dianugrahkan Allah kepadamu kehidupan akhirat, dan janganlah lupa bagimu di dunia ini; dan berbuat baiklah sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu; dan janganlah engkau mencari (kesempatan untuk) berbuat kerusakan di muka bumi. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan. (QS. Al-Qashash: 77).”
Harta benda adalah anugerah Allah. Janganlah ia melupakan kehidupan hakiki di akhirat. Bila seseorang mati, tak satupun harta benda di dunia di bawa, kecuali yang telah dibelanjakan di jalan Allah. Namun, semangat untuk meraih kebaikan di akhirat janganlah mendorong orang melupakan keperluan hidup di dunia. Tinggallah dalam rumah yang baik, pakailah kendaraan yang baik dan moga-moga semuanya itu diberi puncak kebahagiaan dengan pasangan hidup yang setia. (Hamka, 1981, XX: 161).
Kalau harta kekayaan tidak digunakan sebagaimana mestinya, akan timbul tiga keburukan: (1) pemiliknya menjadi orang bakhil dan melupakan segala tuntutan dirinya dan segala sesuatu yang berhubungan dengan dirinya; (2) dia melupakan keperluan orang-orang fakir dan miskin yang lebih utama, atau langkah-langkah kebaikan lainnya yang memerlukan bantuan, dan (3) mungkin ia salah menafkahkan yang akibatnya bahkan mendatangkan bahaya dan kerusakan besar (Ali, 1994: 1004).
Dalam situasi dan kondisi tertentu, kesetiakawanan sosial itu harus ditunjukkan dalam bentuk kesanggupan bertempur di medan perang membela mereka yang tertindas.
Seperti Firman Allah SWT dalam surat An-Nisa ayat 75, yang artinya:
“Kenapa kamu tidak berperang di dalan Allah dan untuk mereka yang lemah-laki-laki, perempuan dan anak-naka, yang berkata, “Tuhan, keluarkanlah kami dari kota ini yang penduduknya zalim; dan berilah kami dari pihak-Mu pelindung, dan berilah kami dari pihak-Mu penolong."
Referensi: Menjadi Muslim Sejati, karya Dr. Muhammad Chirzin, Penerbit Ad-Dawa’
|
e-Document
Tweet |
|
0 komentar:
Posting Komentar
Komentarnya saya tunggu, baik berupa kritik ataupun saran tetapi jangan melakukan SPAM